Ad 468 X 60

Saturday, April 2, 2011

Widgets

Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran di Indonesia



LATAR BELAKANG
Salah satu titik awal kelahiran ilmu ekonomi makro adalah adanya permasalahan ekonomi jangka pendek yang tidak dapat diatasi oleh teori ekonomi klasik. Masalah jangka pendek ekonomi tersebut yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pembayaran. Pengangguran dan inflasi adalah dua masalah ekonomi utama yang dihadapi setiap masyarakat. Kedua-dua masalah ekonomi itu dapat mewujudkan beberapa efek buruk yang bersifat ekonomi, politik dan sosial.
Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus. Dari pengertian tersebut maka apabila terjadi kenaikan harga hanya bersifat sementara, maka kenaikan harga yang sementara sifatnya tersebut tidak dapat dikatakan inflasi. Semua negara di dunia selalu menghadapi permasalahan inflasi ini. Oleh karena itu, tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara. Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2 sampai 4 persen per tahun. Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4 persen dikatakan tingkat inflasi yang rendah. Sedangkan tingkat inflasi yang berkisar antara 7 sampai 10 persen dikatakan inflasi yang tinggi. Namun demikian ada negara yang menghadapai tingkat inflasi yang lebih serius atau sangat tinggi, misalnya Indonesia pada tahun 1965 dengan tingkat inflasi 650 persen. Inflasi yang sangat tinggi tersebut disebut hiper inflasi (hyper inflation).

PERMASALAHAN
1. Pengangguran, Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
Bagi kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berarti menurunnya standar kehidupan dan tekanan psikologis. Tidak mengejutkan bahwa pengangguran adalah topik perdebatan politik yang sering dibicarakan dan para politisi mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan lapangan pekerjaan.
Seperti yang telah diungkapkan diatas, masalah pengangguran didorong oleh tujuan bersifat ekonomi, sosial dan politik. Dari segi ekonomi tujuan mengatasi pengangguran adalah dengan menyediakan kesempatan kerja, meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat dan memperbaiki distribusi pendapatan. Sedangkan tujuan bersifat sosial meliputi meningkatkan kemakmuran keluarga dan kestabilan keluarga, menghindari masalah sosial dan tujuan secara politik yaitu dengan mewujudkan kestabilan politik.
Pada saat terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat tahun 1929, terjadi inflasi yang tinggi dan diikuti dengan pengangguran yang tinggi pula. Didasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.
Masalah utama dan mendasar dalam ketenaga kerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya. Pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja menimbulkan pengangguran yang tinggi.
Pada tahun 1980-an, pengangguran terbuka di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat yaitu dari 1,7 persen pada tahun 1980 menjadi 3,2 persen pada tahun 1990. Pertumbuhan pengangguran di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan, yaitu meningkat dari 2,8 persen pada tahun 1980 menjadi 6,1 persen pada tahun 1990. Sebaliknya tingkat pengangguran di pedesaan menurun secara drastis yaitu dari 1,4 persen menjadi 0,1 persen.
Dari sisi pendidikan, tingkat pengangguran selama periode 1980 – 1990 pada semua tingkat pendidikan memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Seterusnya, tingkat angkatan kerja berpendidikan di bawah Sekolah Dasar yang menganggur paling rendah sedangkan yang berpendidikan tinggi adalah yang paling tinggi, yaitu meningkat dari 1,8 persen pada 1980 menjadi 15,9 persen pada 1990.
Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus membengkak. Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, tingkat pengangguran di Indonesia pada umumnya di bawah 5 persen dan pada tahun 1997 sebesar 5,7 persen. Tingkat pengangguran sebesar 5,7 persen masih merupakan pengangguran alamiah. Tingkat pengangguran alamiah adalah suatu tingkat pengangguran yang alamiah dan tak mungkin dihilangkan. Tingkat pengangguran alamiah ini sekitar 5 - 6 persen atau kurang. Artinya jika tingkat pengangguran paling tinggi 5 persen itu berarti bahwa perekonomian dalam kondisi penggunaan tenaga kerja penuh (full employment).
Peningkatan angkatan kerja baru yang lebih besar dibandingkan dengan lapangan kerja yang tersedia terus menunjukkan jurang (gap) yang terus membesar. Kondisi tersebut semakin membesar setelah krisis ekonomi. Dengan adanya krisis ekonomi tidak saja jurang antara peningkatan angkatan kerja baru dengan penyediaan lapangan kerja yang rendah terus makin dalam, tetapi juga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun terus semakin tinggi.
Perkembangan tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (1969-1994) yang cukup tinggi yaitu rata-rata 6,8 persen per tahun dan adanya peningkatan pendapatan per kapita masyarakat dari sebesar 70 US$ menjadi di atas 1000 US$ merupakan dampak dari semakin rendahnya tingkat inflasi yang terjadi. Pada awal Pem-bangunan Jangka Panjang Tahap I, tingkat inflasi di Indonesia (1965) mencapai 650 persen. Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun tingkat inflasi dapat ditekan hingga di bawah 5 persen. Keberhasilan menekan tingkat inflasi sedemikian rupa berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita rakyat Indonesia yang meningkat cukup signifikan.

2. Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pembangunan
A.W. Phillips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) maka, pengangguran berkurang.
Berbeda dengan di Indonesia, adanya kenaikan harga-harga atau inflasi pada umumnya disebabkan karena adanya kenaikan biaya produksi misalnya naiknya Bahan Bakar Minyak (BBM), bukan karena kenaikan permintaan. Dengan alasan inilah, maka tidaklah tepat bila perubahan tingkat pengangguran di Indonesia dihubungkan dengan inflasi. Karena itu, perubahan tingkat pengangguran lebih tepat bila dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Sebab, pertumbuhan ekonomi merupakan akibat dari adanya peningkatan kapasitas produksi yang merupakan turunan dari peningkatan investasi. Jadi jelas bahwa, pertumbuhan ekonomi berhubungan erat dengan peningkatan penggunaan tenaga kerja, begitu pula dengan investasi. Dengan meningkatnya investasi pasti permintaan tenaga kerja akan bertambah, sehingga dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan adanya peningkatan investasi berpengaruh terhadap penurunan tingkat pengangguran dengan asumsi investasi tidak bersifat padat modal. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dapat dilihat bagaimana hubungan antara tingkat pertumbuhan ekonomi dalam bentuk kurva.

SOLUSI
Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi. Apabila pertumbuhan ekonomi meningkat 1 persen maka pengganguran akan meurun sekitar 0,46 persen. Dengan demikian, penggambaran kurva Phillip yang menghubungkan inflasi dengan tingkat penggangguran untuk kasus Indonesia tidak tepat untuk digunakan sebagai kebijakan untuk menekan tingkat pengangguran. Sehingga untuk mengatasi pengangguran dapat dilakukan dengan meningkatkan investasi sehingga permintaan tenaga kerja akan bertambah, sehingga dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan adanya peningkatan investasi berpengaruh terhadap penurunan tingkat pengangguran dengan asumsi investasi tidak bersifat padat modal.



Reference:
Sukirno, Sadono, “Makro Ekonomi Teori Pengantar”, 3rd Edition, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Prof.Dr.H. Amri Amir, SE., MS, “Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran”

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Penulis: Ahsan AG
What ever comes on our way, what ever bad we have rage inside this, we always have a choice. We choose to be the best of ourselves. The choice that makes who we are and we can always choose to do what the right. Read More →

2 comments: